Dalam tulisan ini, saya tidak mengucapkan sampai jumpa akan tetapi sampai bertemu kembali kepada Om Boe Berkelana dan #rumahkreasibakupeduli# .

 

Perkenalan saya dan Om Boe ini juga unik. Saya tahu nama dia dari kawan di Kepulauan Riau (Kepri) yang merekomendasikan perjalanan saya kepada seorang saudaranya bernama Mail. Saya tidak kenal Mail, nah, Mail ini yang kenal Om Boe, padahal keduanya sama-saya belum saya kenal. Tapi berkat media sosial yang saya punya akhirnya kami bisa berhubungan satu sama lain.

 

Pertemuan saya dengan Om Boe akhirnya terjadi juga. Saat itu saya tiba di Labuan Bajo dan dijemput di pelabuhan. Dari pelabuhan itu saya diangkut ke rumah kopi tempat di mana dia biasa nongkrong dan diperkenalkan dengan yang punya tempat .

 

Dari apa yang saya baca dari pertemuan awal kami, Om Boe ini sangat supel, tak jarang dia terlihat beberapa kali menyapa orang di lokasi kami ngopi.

 

Setelah sedikit bercerita saya mengutarakan kepada dia, tolong jangan perlakukan saya layaknya seorang turis. Tapi ternyata apa yang saya sebut itu membuat Om Boe sedikit tidak enak hati, dan mungkin bagi saya dia agak tersinggung dengan kalimat itu, saya langsung menyadari bahwa sebetulnya kalimat itu kurang pantas saya keluarkan, tapi niat saya hanya ingin semuanya jadi jelas di awal bahwa saya ini bukanlah siapa-siapa. Akhirnya Om Boe berujar dia tahu dan dia menyadari semua itu karena dia sendiri adalah orang yang pernah melakukan seperti apa yang sedang saya lakukan, yakni mengembara. “Makanya nama saya @BoeBerkelana,” kata dia.

 

Setelah secangkir kopi habis saya diajak ke tempat di mana saya menginap, di situ tertulis sebelum masuk @rumah kreasi baku peduli menu hari ini: kelas berbagi Adam Coy.

 

Walah Mak! Sayapun diduetkan di Radio Sun Spirit 107,8 Fm Labuan Bajo dengan pria asal Australia dengan tema feeling Flores. Karena sebelumnya memang tak punya persiapan apapun, bahkan bakal jadi pembicara di radio pun baru tahu pas datang itu, membuat saya hanya spontan membicarakan soal pengalaman saya jadi backpacker tahun 2014 ke Flores.

 

Setelah siaran ternyata masih ada lagi kegiatan yaitu kelas berbagi Adam dengan teman-teman yang urun rembug biaya sendiri ke Flores hanya untuk sebuah program sosial membuat air bersih untuk Pulau Komodo dan Pulau Rinca dengan menyuling air laut.

 

Malam tidak berhenti sampai di situ. Di situ banyak menyimpan musisi hebat dan kamipun bernyanyi hingga larut malam dan membagikan kisah hidup masing-masing. Dengan bergelas-gelas sofie kami hanyut dalam suasana pertemuan dna pertemanan yang baru kami jalin. Malam itu seakan kami sekumpulan teman lama yang lama tak bertemu.

 

Rumah Kreasi Baku Peduli sendiri dari yang saya tahu, merupakan rumah kedua yang membuat saya benar-benar menjadi diri saya sendiri. Bisa bertukar pikiran dengan orang-orang hebat dengan latar belakang berbeda. Ada musisi, sastrawan, ada photographer, ada pelukis, penari, ada penyiar, ada guide ada pengusaha bahkan aktifis . Di sini orang melebur jadi satu dengan tujuan mereka berbagi dengan apa yang sudah mereka punya, ini membangkitkan lagi kutipan favorit saya dari film Into the Wild yang menjadi inspirasi saya “Happinnes only real when shared”.

Pohon bukit cinta labuan bajo.

Pohon bukit cinta labuan bajo.

Kiri saya, Boe Kelana, Adam Coy, dan kak Icha berfoto saat kami menikmati makanan sederhana di rumah kreasi baku peduli.

Kiri saya, Boe Kelana, Adam Coy, dan kak Icha berfoto saat kami menikmati makanan sederhana di rumah kreasi baku peduli.

Saya dan Boe Kelana berfoto setelah ia mengantarkan saya menuju kapal untuk keberangkatan ke Sumba. Lewat beliau saya bisa menikmati Flores dengan cara yang berbeda.

Saya dan Boe Kelana berfoto setelah ia mengantarkan saya menuju kapal untuk keberangkatan ke Sumba. Lewat beliau saya bisa menikmati Flores dengan cara yang berbeda.

Senja di labuan bajo flores.

Senja di labuan bajo flores.

Narsis di pulau padar flores.

Narsis di pulau padar flores.

Untuk kedua kalinya mengembara saya bisa berjalan bersama kawan saya Mike eng naftali. Kali ini alam pertemukan kami di labuan bajo.

Untuk kedua kalinya mengembara saya bisa berjalan bersama kawan saya Mike eng naftali. Kali ini alam pertemukan kami di labuan bajo.

Begitu juga pertemuan saya dengan Om Malik salah seorang guru di Pulau Komodo, perjumpaan kami juga unik. Saya tidak memfokuskan diri kepada keindahan, tapi fokus saya ada sisi interaksi sosial yang ada di daerah itu, kalaupun ada yang indah-indah itu bonus yang hadir di dalam perjalanan saya. Ketika hampir 2 minggu di Rumah Kreasi Baku Peduli Om Malik tiba-tiba datang dan menceritakan tentang Pulau Komodo menurut kacamatanya selama enam tahun menjadi guru di sana.

 

Suka duka pun ia jalani dan banyak cerita begitu cueknya negara ini dengan masyarakat di Pulau Komodo terutama untuk urusan pendidikan . Akhirnya saya meminta ijin untuk ke sana dan tinggal beberapa hari di sana. Saya ke pulau itu menggunakan public boat dengan membayar Rp 25 ribu. Dalam.perjalanan, saya melihat masyarakat cuek dengan sampah, habis makan mereka buang ke laut saja. Agak miris, apakah mungkin ini memang mentalnya atau bagaimana, entahlah. Hingga sampai di Pulau Komodo pun saya melihat kejadian yang sama ketika salah seorang warga membuang langsung sampah di kardus ke laut, anak kecil juga begitu, mereka membuang sampah ke laut.

 

Saya tidak mengerti apakah memang sudah budaya atau terjadi sikap tidak peduli ketika taman Nasional komodo yang tidak jauh dari kampung itu tidak memberikan dampak positif bagi mereka. Tapi saya hanya bisa meratap saja dalam hati, ah, sudahlah bukan bagian saya secara mendetail mengurusi bagian itu.

 

Sampai di Pulau Komodo sambil menunggu Om Malik saya berjalan keliling kampung melihat kehidupan di sana dan kebetulan sinyal susah, maka untuk menghibur diri saya mencoba mencari lokasi yang tepat untuk duduk supaya dapat sinyal, saya sedang fakir sinyal saudara-saudara.

 

Ada satu spot di mana sinyal kencang, di situlah baru saya bisa buka-buka sosial media dan menandai lokasi di mana saya berada. Hampir pukul 18.00 WITA pak Malik dan rombongan tiba, lalu kita jalan, di rombongan itu yang saya tahu ada Pak Ardi namanya yang bertugas menjadi keamanan di Pulau Komodo, lalu Pian salah seorang guru matematika yang berasal dari Labuan Bajo.

 

Pak Malik tinggal bertiga dengan kedua orang ini. Ketika sampai di rumahnya masing-masing mandi, tapi saat giliran saya mandi Pak Malik menceritakan bagaimana susahnya mereka dapt air tawar, sampai-sampai untuk memenuhi bak mandi harus menunggu 3 hari baru bisa diisi kembali . Saya kaget, saya heran, semua campur jadi satu, bayangkan, di tempat wisata nasional begitu terkenalnya saya susah cari air bahkan untuk mandi sekalipun!. Makanya pas giliran saya mandi cukup satu ember kecil saja.

 

Malamnya kami makan hasil pancingan mereka, ikan segar terhidang di tempat kami makan, aya berkesempatan makan ikan bakar dresh from ocean hahaha. Malam itu kami habiskan malam dengan pembicaraan setelah makan.

 

Saya taruh hormat dengan Pak Malik, Pak Ardi dan Pak Pian dari sekian banyak orang mereka ini rela mengorbankan dirinya jauh dari keluarga untuk memperjuangkan pendidikan dan keamananan kampung ini. Selama 6 tahun menjadi pelayan pendidikan tidak membuat Pak Malik untuk berhenti memperjuangkan pendidikan. Walaupun ia kerap berkeluh kesah dengan kekurangan ia miliki, terkadang katnya siswanya harus belajar di luar kelas dikarenakan jumlah murid tidak sebanding dengan ruang yang dimiliki. Terima kasih Pak Malik untuk membiarkan saya menikmati kesederhanaan hidup di sana, bisa melihat Komodo dan juga bisa memancing ikan dan menikmatinya . Semoga perjuangan untuk pendidikan Pulau Komodo suatu saat ada hasilnya.

Komodo sedang berjalan di loh ilang pulau komodo.

Komodo sedang berjalan di loh ilang pulau komodo.

Pak Malik salah seorang guru di pulau komodo. Lewat beliau saya bisa melihat pullau komodo dengan cara yang berbeda.

Pak Malik salah seorang guru di pulau komodo. Lewat beliau saya bisa melihat pullau komodo dengan cara yang berbeda.

Kanan saya, pak Malik, dan bang Rafli. Lewat mereka bertiga saya bisa menikmati komodo di taman Nasional Komodo di loh ilang.

Kanan saya, pak Malik, dan bang Rafli. Lewat mereka bertiga saya bisa menikmati komodo di taman Nasional Komodo di loh ilang.

Anak-anak mendayung sampan bermain di pulau komodo.

Anak-anak mendayung sampan bermain di pulau komodo.

Hamparan kapal di pulau komodo.

Hamparan kapal di pulau komodo.

Tas yang selalu menemani selama lebih dari satu tahun.

Tas yang selalu menemani selama lebih dari satu tahun.

Thanks untuk semuanyaGregorius VII@Edward Angimoy@thyke syukur@kris Somerpes@

Dan teman-teman Rumah Kreasi Baku Peduli yang tak bisa disebutkan satu persatu. Sampai berjumpa kembali.