Sekitar pukul 06.30 WIB mata saya pelan-pelan terbuka dan membaca cuaca Jogja dari balik selimut. Kebetulan saat itu cuaca sedang bagus-bagusnya, pagi itu sangat cerah, langit Jogja nampaknya benar-benar bersahabat pagi ini. Wuih, tak mau ‘dikadalin’ sama cuaca lagi, kali ini saya langsung tancap gas mempersiapkan segala sesuatu untuk mencari foto-foto menarik hari ini, pokoknya, saya hari ini harus bisa mendapatkan foto dan cerita-cerita menarik yang bisa saya sampaikan ke web jejakpengembara.com. Setelah mandi sebentar, dengan bermodalkan motor pinjaman, saya mencoba menelusuri jalan mana saja yang penting saya bisa sampai ke Kaliurang, ke arah Gunung Merapi, nanti kalau sudah sampai di sana saya niatnya menjajal lagi kopi Merapi, tapi dengan catatan saya harus dapat objek foto dan cerita terlebih dahulu.

Bermodalkan kenekatan dan arah aspal hitam serta feeling yang apa adanya, motor pinjaman terus saya pacu yang mengarah entah ke mana. Tau-taunya saya sudah ada di sebuah perkampungan, kanan-kiri hanya membentang persawahan hijau yang asri. Sibuk melihat kanan-kiri jalan, mata saya tiba-tiba mengarah ke sosok seorang bapak-bapak yang sedang bermain dengan burungnya. Iya, burungnya, burung asli, burung merpati di tiang bambu yang berwarna merah-putih. Lalu hati saya gatal kepengen ngobrol dengan bapak itu yang tampak sibuk dengan burungnya. Kata saya dalam hati, ah apa salahnya mengajak bapak itu ngobrol karena hari masih tergolong pagi dan orang-orang belum terlihat beraktifitas. Usai menyapa bapak itu saya memperkenalkan diri saya dan dia juga begitu. Hermawan namanya.

Saya melihat bapak ini masih sendirian karena memang masih pagi. “Saya baru hobi main burung,” kata Pak Hermawan sesaat setelah saya antusias melihat burung-burung Pak Hermawan. Ternyata bapak ini mengaku punya belasan burung merpati, dan untuk diketahui saja burung yang ia bawa saat itu adalah burungnya yang paling murah, harganya Rp 500 ribu.
“Murah? Itu bisa bikin perjalanan saya aman sentosa dengan lima ratus ribu rupiah,” seru saya dalam hati saat mendengar harga termurah burungnya. Namanya juga hobi, bro, pria kalau sudah hobi itu mau uang berapa pun tak terasa dikeluarkan, apapun hobinya. Betul begitu? Karena saya juga punya teman di Bangka yang hobinya sama binatang-binatang eksotis dan predator, jadi saya paham kalau laki-laki sudah punya hobi istrinya pun tak akan mampu menghalangi.

Sesekali bapak menerbangkan burungnya mulai dari jarak 1 sampai 3 Km, sementara menunggu burungnya datang Pak Hermawan menunggu di tiang bambu yang berdiri dengan cat merah putih tersebut. “Ini istilahnya, kolong,” sebut dia. Tidak lama kemudian teman se-geng Pak Hermawan datang, ternyata bapak ini masuk komunitas pecinta burung merpati. Teman yang datang itu namanya Pak Agus, umurnya kira-kira tidak kurang dari 60 tahun, yang mengaku sudah sejak tahun 2011 bermain burung merpati. Iseng-iseng ngobrol dengan kedua orang ini saya banyak ditularkan ilmu bagaimana memelihara burung merpati, sampai bagaimana cara melatih burung untuk bisa jadi juara dan cara memegang merpati tanpa menyakiti atau merusak bulunya.

Pak Agus dan pak Hermawan saat berlatih bersama.

Pak Agus dan pak Hermawan saat berlatih bersama.

Pak Hermawan, salah satu teman pak Agus bermain burung merpati pagi ini.

Pak Hermawan, salah satu teman pak Agus bermain burung merpati pagi ini.

Bapak Agus ini katanya pernah menjuarai lomba burung merpati, dan saat itu, jaman dulu hadianya televisi. “Itu dulu, lho mas,’ sebutnya. Pak Agus ini berbeda dengan Pak Hermawan. Kalau Pak Agus lebih ke bagaimana melatih burung merpati dari kecil hingga dikawinkan lalu beranak-pinak, karena kata Pak Agus dia gak pernah beli burung merpati, malah yang ada dia jual burung merpati. “Kadang dijual sejuta lebih. Selama empat bulan dilatih di tangan, jadilah burungnya layak kontes,” Pak Agus menambahkan. Kontes burung kata dia tidak main-main hadianya, bahkan kata Pak Agus nanti bulan Maret ada lagi kontes yang hadianya lumayan, 2 buah motor. Jadi saya berpikir bahwa hobi burung merpati seperti ini juga ada kelasnya.

Kalau Pak Hermawan lebih simpel daripada Pak Agus, dia memilih lebih baik membeli burung jadi. Pak Agus dan Pak Hermawan adalah tetanggaan sebelah rumah dari Gejayan hanya untuk melatih burung merpati. Di antara obrolan kami selama Pak Agus dan Pak Hermawan menerbangkan burung mereka, Pak Hermawan kehilangan salah satu burungnya yang terbang tapi tak balik-balik lagi. Kata mereka kasus seperti itu sangat sering dijumpai dan dialami pecinta burung merpati, menerbangkan burung dan tidak muncul-muncul lagi. Pak Agus menceritakan banyak kejadian seperti itu, merpati dibeli dengan harga Rp 5 juta ketika diterbangkan tidak balik-balik hingga sekarang. Sementara kami berkisah, Pak Hermawan lagi putus asa karena burungnya tidak muncul lagi. Jam sudah menunjukkan pukul 10, saya dan Pak Agus makin larut dalam obrolan sementara Pak Hermawan pulang karena mau kerja.

Tak lama teman-teman Pak Agus yang lain datang untuk mengajak latihan di kolong lain, tapi karena kesetiakawanannya dengan Pak Hermawan ajakan itu ia tolak karena berharap burung milik Pak Hermawan bisa balik lagi. Benar saja, berkat kesabaran dan pengalaman yang selama ini dimiliki Pak Agus, setelah berulangkali melatih pasangan burung Pak Hermawan itu, akhirnya burung yang sempat nyasar itu balik lagi. Senyum tergurat dari bibir Pak Agus, karena dia merasa lega lantaran dia yang ‘meracuni’ Pak Hermawan untuk bermain burung. (*)

Pak Agus mempersiapkan burung yang akan diterbangkan.

Pak Agus mempersiapkan burung yang akan diterbangkan.

Pak Agus melatih burung merpatinya di kolong tempat berkumpulnya para pecinta merpati.

Pak Agus melatih burung merpatinya di kolong tempat berkumpulnya para pecinta merpati.

Pak Agus dengan burung kebanggaan-nya

Pak Agus dengan burung kebanggaan-nya