Sekeping Asa Tersisa dari Pulau Spaciby

Ada cerita yang menarik di hari ketiga berkunjung ke Tanah Banda Naira. Rencana ingin mengunjungi Pulau Hatta pupus dari harapan karena kondisi alam yang tak bisa dilawan. Ombak sebesar tiga meter siap menghadang dengan segala risiko yang ada. Sayangnya,kami tak berani ambil taruhan untuk tetap berangkat dan bermalam di Pulau Hatta. Lalu, tak sengaja saat bertegur sapa dengan salah satu tamu mendengar salah satu tamu hotel menceritakan pengalamannya berkeliling Gunung Api. Rasanya pun ini menjadi obat paling ampuh hilangkan kesedihan tak berangkat ke Pulau Hatta. Bermodalkan uang sebesar Rp 300ribu maka berangkatlah kami mengelilingi Gunung Api dengan kapal penumpang. Benar saja, pagi-pagi saat matahari masih malu-malu keluar, perjalanan yang memakan waktu satu jam ini pun terasa menyenangkan.


Setibanya di penginapan, salah satu tamu hotel memberikan informasi bahwa Bung Hatta disebut pernah melakukan pertemuan bersama Sutan Syahrir di Pulau bernama Spaciby. Tak pernah mendengarkan informasi ini maka dengan niat mencari kejelasan informasi berangkat menaiki kapal penumpang bermodal keinginan tahuan yang besar. Tiba dengan waktu yang singkat dan langsung menemukan pertanda rumah maka senyum tersimpul. Lalu, menemukan kendala bahwa rumah yang masih menyimpan “misteri” ini. Salah satu warga pun menawarkan jasa untuk mengantarkan ke rumah Raja untuk bisa membuka jalan menemukan informasi yang dicari.

Tak disangka, jalan untuk membuka informasi ini pun tak semudah yang dikira. Menemui Sekdes dan berbincang dengan pemangku desa yang mengurus cagar budaya di Balai Desa Walang. Statement pertama yang terdengar sempat menusuk kuping. “Ada pernah mendengar informasi tersebut dari Pak Des tapi tak ada foto atau bukti sejarah yang mendukung. Di buku Sejarah Banda juga tidak ada yang menyebutkan bahwa Hatta dan Syahrir melakukan pertemuan rahasia di Pulau Spacibay. Seakan tak siap dengan jawaban tersebut makin pupus lah harapan untuk bisa menemukan sepenggal kisah di pulau yang telah sengaja disebrangi. Semesta tampaknya masih berbaik hati karena kami sempat bertemu dengan orang baik yang mau mencarikan ikan kemudian mengajak makan siang bersama. Benar saja, menu ikan goreng, nasi hangat dan sambal dengan cepat disikat hingga piring licin. Kami juga sempat bercerita dan bercengkarama di rumahnya yang tampak sederhana tapi terlihat dingin dan membuat betah. Merasa nyaman, kami bahkan meminta tolong untuk dicarikan ikan untuk dikirimkan ke tempat penginapan. Dengan harapan, sebelum berangkat menuju Ambon, maka kami bisa mencicipi kebersamaan makan siang dengan para warga dan teman yang kami temui di penginapan.