Potong gigi, atau disebut juga dengan “mepandes” atau “metatah,” adalah salah satu tradisi yang menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Bali, terutama dalam fase peralihan dari anak-anak ke dewasa. Tradisi ini menandai masa pemuda yang melibatkan potong gigi sebagai simbol pematangan fisik dan spiritual.

Proses potong gigi umumnya dilakukan ketika anak mencapai usia remaja, sekitar 16 tahun. Ini bukan hanya proses fisik semata, tetapi juga memiliki makna filosofis dalam konteks kehidupan masyarakat Bali. Potong gigi dianggap sebagai bentuk pembersihan dari sifat negatif, dan juga sebagai langkah menuju kedewasaan.Pada saat tradisi ini dilaksanakan, keluarga mengundang seorang “sulinggih” atau pendeta Hindu untuk memimpin upacara. Ritual dimulai dengan pemberian sesaji sebagai bentuk penghormatan kepada roh leluhur dan para dewa. Setelah itu, prosesi potong gigi dimulai dengan penuh keceremonialan.

Anak yang akan menjalani potong gigi diberi pakaian adat dan berbagai hiasan simbolis. Tindakan potong gigi dilakukan oleh seorang ahli yang disebut “pengentas,” yang biasanya memiliki keahlian khusus dalam melaksanakan prosedur ini. Gigi yang dipotong melambangkan pembebasan dari sifat-sifat negatif dan naungan buruk.
Selama proses potong gigi, keluarga dan teman-teman memberikan dukungan moral. Setelah selesai, biasanya diadakan acara pesta kecil sebagai tanda syukur atas melewati fase ini. Tradisi ini mencerminkan hubungan erat masyarakat Bali dengan nilai-nilai spiritual dan penghormatan terhadap leluhur.


Potong gigi di Bali bukan hanya sekadar proses fisik, tetapi juga sarat dengan makna dan nilai-nilai kehidupan. Ini merupakan tradisi yang turun-temurun, mempertahankan warisan budaya Bali yang kaya dan unik. Potong gigi bukan hanya suatu peristiwa, melainkan bagian dari perjalanan kehidupan dan pertumbuhan seorang pemuda dalam masyarakat Bali yang penuh kearifan.