Pagi itu, bus perjalanan dari Kandis memasuki Medan, mengantarkan saya pada pengalaman yang tak terlupakan. Setelah menikmati lontong Medan di depan bus yang berhenti, perjalanan berlanjut dengan obrolan bersama seorang kakak yang memberikan informasi cara murah menuju Bukit Lawang untuk melihat orang hutan.
Namun, keputusan untuk naik angkot 46 kuning ke terminal ternyata membawa kejutan. Supir angkot tidak membawa kami ke terminal, mengatakan bahwa di sana bahaya, dan tas bisa ditarik serta dipaksa naik bus tertentu. Munculnya seorang bule di perjalanan membuat saya berubah pikiran, memilih pindah mobil dan naik bus ke Tangkahan untuk menjelajahi keindahan alam.
Di dalam bus, mata saya tertuju pada bule yang juga berencana ke Tangkahan. Segera, kami duduk bersama, berbagi cerita panjang lebar. Setibanya di Tangkahan, ojek menunggu dan menawarkan diri dengan harga 50 rb per orang. Dengan uang terbatas, kami memutuskan untuk berjalan pelan-pelan sejauh 12 km. Di tengah perjalanan, melihat truk-truk besar melintas, kami mencoba menumpang. Untungnya, sebuah truk bersedia memberhentikan perjalanan kami sampai di Tangkahan. Saat tiba di gerbang, mencari penginapan murah menjadi fokus. Akhirnya, kami menemukan tempat yang pas dengan harga 80 rb per malam.
Lisa, teman perjalanan baru, mengajak saya menginap di homestay, meski awalnya saya berniat bermalam di tenda. Namun, kebaikan hatinya membuat saya bersebelahan di satu penginapan yang ramah di kantong. Sore itu, kami menyewa ban dan guide, bermain ban menghayutkan di sungai dengan biaya 15 rb, sambil menikmati hot spring dan air terjun yang menyegarkan.
Hari ditutup dengan minum tuak khas Tangkahan, sambil berbagi cerita di bawah langit malam yang tenang. Petualangan ini mengajarkan bahwa keberanian untuk menjelajahi dunia baru dan pertemanan yang terjalin di perjalanan adalah harta yang tak ternilai.
Recent Comments