26 Juli Dengan semangat pagi dan modal Rp 55.000, saya nekat menuju pelabuhan untuk melanjutkan perjalanan. Tanpa membeli tiket di loket, saya berani menembak rencana di kapal. Namun, saat ditagih tiket Rp 65.000, saya hanya bisa membayar Rp 55.000, menyisakan uang terakhir setelah meminjam Rp 200.000 dari Ibu Iyam untuk perjalanan ke Kadidiri.
Bertemu dengan seorang bule yang juga menuju Tanah Toraja, kami berbincang-bincang di kapal yang berangkat menuju Ampana. Tiba di Ampana pada pukul 14.30, saya berusaha mencari cara untuk sampai di Rantepao malam itu. Sulitnya akses membuat saya memutuskan untuk menuju Poso, pusat kota yang lebih strategis. Saya berpisah dengan teman bule, memilih solo karena gaya perjalanan yang berbeda.
Dengan modal bicara, saya berhasil mendapatkan ongkos ke Poso sebesar Rp 100.000. Tanpa kenalan di sana, saya beruntung bertemu teman di sebelah, asli Pulau Togian, yang tinggal di sekretariat Majelis Alakerat. Meskipun awalnya was-was, kekhawatiran itu sirna karena mereka dengan baiknya mempersilahkan saya menginap.
Pada pagi 27 Juli, saya meminta bantuan kenalan lama, mantan kapolres Poso. Berkat dukungannya, bertemu dengan kapolsek kota Poso yang membantu saya mencari bis ke Tanah Toraja dan memberikan bantuan finansial. Sorenya, berpisah dengan teman-teman di Poso, saya berangkat menuju Rantepao dengan bus mini, memulai petualangan yang sarat cerita kemanusiaan dan pertemuan yang tak terduga.Petualangan tak terduga ini mengajarkan bahwa keberanian dan percakapan bisa membuka pintu-pintu baru.
Recent Comments