Tanggal 25 Agustus menjadi babak awal petualangan yang tak terlupakan melintasi Tanah Kalimantan. Berawal dari naik bis uji coba dari Terminal Batu Ampar menuju Pelabuhan Kariangan dengan layanan gratis Damri, perjalanan dimulai pada pukul 11.30 WITA. Hanya satu bis keberangkatan yang menjadi jembatan menuju kisah yang penuh warna. Perjalanan dilanjutkan dengan berkenalan dengan seorang supir ekspedisi, Pak Jarno, yang menjadi penyelamat dengan menawarkan tumpangan di truk Toyota Dyna 1300 merah. Truk ini dijejaki hingga Tanjung untuk mengambil semen, dan setelahnya, kita meluncur dari Kariangan menuju Tanjung mulai pukul 14.00 WIB. Saya menemani Pak Jarno membawa muatan beras dan barang lainnya ke Tanah Grogot, di mana proses bongkar muat berakhir sekitar pukul 20.00 WITA. Perjalanan kembali ke Tanjung di malam hari, dan dengan kondisi supir yang mengantuk, kita beristirahat di bengkel langganan Pak Jarno. Saat matahari menyingsing, Pak Jarno memperbaiki kerusakan kecil pada starter truck, menandai awal kisah baru di pagi yang cerah.
Tanggal 26 Agustus, setelah perbaikan, perjalanan dilanjutkan menuju Tanjung pukul 11.00 WITA dan tiba di sana pada pukul 15.00 WITA. Saya ditinggal di sebuah warung oleh Pak Tarjo, supir ekspedisi, karena dia memiliki urusan memuat semen di trucknya. Di sinilah saya berkenalan dengan Bang Utam, seorang pria Banjar yang menjadi sahabat perjalanan. Bang Utam menawarkan perjalanan sampai Banjarmasin dengan container mobil muatan besar, meski perjalanannya cukup lama dengan sering beristirahat di jalanan.
Tanggal 27 Agustus, saya tiba di Banjarmasin pada pagi hari dan langsung menuju Pelabuhan Trisakti untuk membongkar muatan bersama Bang Utam. Setelah selesai, perjalanan dilanjutkan menuju gudang biasa Bang Utam untuk membongkar muatan lainnya. Meski di kota Banjarmasin, saya memutuskan tidak jalan-jalan, mengingat kunjungan sebelumnya pada 2013. Namun, kabar dari Bang Utam mengenai perjalanan ke Palangkaraya membuat saya bertekad untuk melanjutkan. Jam 22.00 WITA, perjalanan ke Palangkaraya dimulai. Meski Bang Utam mempersilahkan saya menginap di rumahnya, saya memilih untuk terus melangkah ke depan karena belum jelas apakah ada tumpangan lagi ke Palangkaraya. Kenalan baru, Abang Wahab, datang menjemput saya sekitar pukul 23.00 WITA, dan perjalanan ke Palangkaraya pun dimulai.
Kisah petualangan ini menjadi perpaduan antara keteguhan, keterbukaan terhadap kenalan baru, dan semangat melintasi Kalimantan. Artikel ini mencerminkan kekuatan manusia dalam menghadapi tantangan perjalanan dan menjadikannya pengalaman yang tak terlupakan.
Recent Comments