Hari ini saya memutuskan untuk tidak ke mana-mana. Setelah bangun pagi masih di Warung Rakyat saya hanya ingin bersantai sejenak di sini, jikapun mau keluar tidak akan pergi jauh-jauh karena saya ingin beristirahat.
Pagi itu kopi segelas masih menjadi santapan pagi saya. Mbak Dian datang membawa sarapan berat, nasi bakar. Tapi karena saya tidak pernah sarapan dengan makanan yang berat, maka saya memilih saja makanan yang ringan, seperti cemilan apa adanya.
Santai sejenak menikmati pagi dengan kopi hitam dan cemilan, saya dikagetkan dengan kedatangan ibunya Mas Lean yang datang dengan membawa Sambu. Sambu ini, adalah anjing kesayangan ibunya Mas Lean, yang lalu keduanya duduk bersama dengan saya.
Sambu sesosok anjing berperawakan hitam besar, jika melihat sekilas kita akan merasa takut dengan Sambu, tidak mengherankan, karena sosoknya yang besar dan berbulu hitam. Namun, ibunya Mas Lean mungkin merasakan apa yang sedang saya pikirkan. “Coba elus pelan-pelan kepalanya, pasti dia jinak,” itu kata ibu. Lalu saya pelan-pelan memberanikan diri mengelus kepala Sambu, dan ternyata benar, penampilan luar Sambu tidaklah semenakutkan yang saya bayangkan kala tangan saya menyentuh kepala Sambu dan membelai halus.
Ternyata obrolan kami soal anjing itu membawa bahan obrolan yang lebih luas, dan saya menerima undangan dari ibu Mas Lean untuk mengunjungi rumahnya yang tidak jauh dari Warung Rakyat. Rumah ibu Mas Lean sangat sederhana namun asri, ciri khas perumahan orang-orang Jawa, sederhana tapi tampak membuat hati adem, tanaman yang ada di pekarangan rumah itu sangat rimbun. Ibu Mas Lean sendiri mengaku sangat senang dengan seni dan budaya Jawa. Makanya dia berharap agar Warung Rakyat mampu memajukan seni dan budaya di Mojokerto.
Ibu Mas Lean banyak membicarakan pengalamannya. Saya juga baru tahu bahwa ibu Mas Lean pernah hidup dalam lingkungan ningrat, namun dia lebih memilih hidup sederhana dan ditemani Sambu sepanjang hidup. Ibu ini sangat penyayang dengan binatang, karena selain ada Sambu saya juga melihat ada kucing-kucing bersih berkeliaran di situ. Dia hanya berkata ingin menikmati hidup bebas dari gaya manusia yang tergerus zaman seperti sekarang, dan saya ingat pesan dia bahwa manusia itu pada hakikatnya akan kembali ke alam. “Jadi pekalah terhadap alam,” kata ibu.
Kata Kahlil Gibran, tak banyak orang dewasa yang bisa melihat alam. Pencinta alam adalah dia yang perasaannya luar-dalam sungguh sesuai satu sama lain; yang telah pelihara spirit masa kecil bahkan sampai memasuki era manusia dewasa.
27 Februari – Semangat yang Mampu Mengalahkan Apapun
Hari ini di Mojokerto kebetulan sedang ada kegiatan potografi, yaitu even fashion on the street. Nah, pagi ini saya sengaja bangun dengan semangat yang tinggi demi melihat dari dekat bagaimana kegiatan itu dikemas. Terlebih lagi, malam tadi saya sudah berjanji dengan Arum, anak Mas Lean untuk mendampingi dia ikut even itu, yang mana lomba foto itu sendiri adalah kegiatan yang dibikin oleh kawan-kawan dari Warung Rakyat juga, yang digelar di SMK Negeri Sooko. Pun sebetulnya hari itu saya hanya ingin memberikan sedikit ilmu kepada Arum dan mengajarkan dia bagaimana memotret, Arum sendiri sebetulnya sudah dididik oleh Mas Lean dari kecil sampai sekarang.
Melihat dari caranya memegang kamera saja, saya sudah paham bahwa Arum sudah menguasai teknik dasar, tidak salah memang, karena ayahnya seorang potografer. Arum punya bakat, yang memang masih harus diasah lagi kemampuannya, dan pas Arum sudah menguasai teknik dasar, sehingga lensa-lensa Mas Lean yang berjamur karena terlalu lama tidak digunakan sekarang bisa diwariskan ke sang anak.
Hari ini, bahkan saking semangatnya Arum memilih untuk tidak bersekolah, dia memilih untuk ikut lomba foto, dan saya sepakat kalau orang tuanya mengizinkan dia untuk tidak bersekolah demi melihat sejauh apa bakat yang dimiliki Arum. Arum membawa kamera 7D dan dengan berbekal lensa 40 mm 2,8, saya dan Arum ikut lomba foto ini, dan saya memilih melepaskan Arum membiarkan supaya dia lepas dalam berkarya.
Nah, tiba saatnya diumumkan, ternyata foto hasil jepretan Arum masuk nominasi 10 besar dari 60 peserta yang ikut, sayangnya, foto Arum kurang tajam, tapi secara penempatan objek Arum sudah terlihat bakatnya. Setidaknya hari ini mengajarkan anak ini tidak hanya formal ketika mencari ilmu karena semangatnya bisa dilihat bahwa dia lebih memilih memotret dibanding ke sekolah. Mas lean memberikan kebebasan untuk Arum agar perkembangan dan potensi ini hidup. (*)
Recent Comments