Here we are!
Saya ada di Mojokerto. Tempat di mana saya akan menjadi keynote speaker, atau pemberi materi sebuah acara kumpul-kumpul sederhana di sebuah lokasi keren di salah satu sudut Kota Mojokerto, ya Warung Rakyat namanya.
Nah, hari ini, tanggal 20 Februari bersama Pak Agung yang sudah mengundang dan memfasilitasi selama saya di Mojokerto kami siang hari mendatangi venue tempat acara yang diberi tajuk ‘Cangkrukan’ oleh kawan-kawan ‘gila’ di sana. Saya sengaja meminta datang lebih awal ke lokasi agar saya bisa mendalami venue itu dan kalau bisa ikut nimbrung dengan panitia, karena bagi saya ini kerja bareng, maka semua harus terlibat bareng-bareng, karena saya yakin, di lokasi banyak orang-orang ‘gila’ yang akan saya temui. Masih dengan tampilan sederhana baju kaos oblong Crop dan celana pendek saya menuju lokasi.
Mas Lean, owner dari Warung Rakyat menyapa kedatangan kami, lalu menyempatkan diri ngobrol-ngobrol dengan beliau tidak jauh dari pintu masuk warung. Tak lama, saya masuk ke venue dan saya langsung dihadapkan sama sosok ‘gila’ lainnya yang dianggap jadi sutradara di balik kegiatan yang akan kami gelar esok harinya. Ya, dia adalah Bang Untung Sitanggang, yang saat itu sedang bersama kawan-kawan lainnya sedang mengerjakan beberapa persiapan untuk kelancaran kegiatan Cangkrukan esok hari.
Saya melihat kesiapan yang dilakukan panitia sudah 80 persen, stand banner sudah berdiri, spanduk sudah terpasang, lalu karena suasana sudah tak lagi sibuk saya mengajak ngobrol kawan-kawan gila ini. Saya salut, mereka, orang-orang ini sudah tahu porsi kerja masing-masing, semua hal ada orangnya, yang akhirnya saya diminta untuk menandatangani sertifikat. “Udah kayak artis saja aku ini,” itu kata saya di depan kawan-kawan sambil tertawa lepas.

Suasana kawan-kawan di warung rakyat saat persiapan.
Acara ini sebetulnya hanya diskusi ringan, namun oleh kawan-kawan yang gila ini, kegiatan dibuat spektakuler–menurut pendapat orang awam seperti saya, persiapannya dahsyat. Bahkan kuota peserta yang hanya diperuntukkan 50 orang, tercatat sudah ada 56 orang yang memesan, bahkan menurut Bang Untung bukan tidak mungkin pas hari H peserta akan membludak. “Soalnya mereka membayar Rp 25 ribu untuk makan siang, snack serta handbook sertifikat, kami bekerja bukan semata-mata untuk uang, kami di Mojokerto kota kecil hanya ingin membuat kenangan untuk orang mampir ke sini, ditambah memang Warung Rakyat adalah salah satu warung di mana tempat kami berkreasi dan berkumpul dari komunitas manapun dan pejabat sekalipun berkumpul di sini,” itu kata Bang Untung.
Malam harinya, usai istirahat sore di penginapan kami kembali ke venue, dan di sana sudah ada live music yang memang selalu ada tiap malam minggu. Sangat ramai. Hampir semua komunitas berkumpul di sana, termasuk juga komunitas Cangkrukan yang saya kenal satu per satu saat siang hari sebelumnya. Tiada batasan saat itu, semua saling berbagi kisah dan pengalaman serta keceriaan yang ada. Saya sempat merasa tertarik dengan satu orang yang menjadi salah satu talent di live music malam itu, panggilanya Seket. Dia menanyakan lagu apa yang mau saya dengarkan dari alunan suara dia. “Butet!,” itu kata saya. Buset! Lagu itu dia garap langsung. Saya tercengang dia buat sebuah lagu dengan Butet dengan lirik dan gaya musik dia sendiri, emosi, penjiwaan dan karakter Seket terlihat jelas walaupun saya bukanlah ahli musik, tapi saya tahu, lagu itu butuh skil yang hebat. Seket ini merupakan salah satu orang gila yang kumpul di Warung Rakyat. Di sini banyak orang yang gila dan kreatif berkumpul.

Saya berfoto bersama ownernya Teras Outdoor Mojokerto pak Agung Nug di rumahnya.

Seket salah satu pemusik gila yang sering main di Cangkrukan Warung Rakyat.
Recent Comments