3 Februari

Setelah beberapa hari kesehatan sedikit drop, akhirnya saya berhasil juga mendatangi Gunung Merbabu. Sejak pukul 08.00 WIB saya bersama Arie dan 2 teman lainnya Ajes serta Anggil kami menyepakati menuju lokasi dengan menggunakan sepeda motor. Untuk diketahui malam sebelumnya kami memang telah menyepakati untuk pergi ke Merbabu.
Kami berempat memacu kendaraan kami menuju ke persinggahan pertama yaitu Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Perjalanan cukup lama kami tempuh, karena setiba di Selo jam di tangan kami menunjukkan pukul 14.00 WIB.

Setiba di sana kami beristirahat sejenak di semacam basecamp pendakian. Hasrat kami untuk segera mendaki sedikit tertunda setelah kami belum mendapat lampu hijau untuk mendaki, karena pusat informasi pendakian belum mengeluarkan izin.
Waktu untuk mendaki kami manfaatkan berbincang dengan kawan-kawan pendaki lainnya yang sudah lebih dulu sampai ke Merbabu. Dari cerita mereka kepada kami, kondisi cuaca di atas sana sedang jelek. Bahkan mereka bilang kondisinya sempat badai dan kabut disertai hujan. “Waduh, mas. Di atas sana badai. Kabut, hujan. Kita gak bisa ngapa-ngapain. Bahkan tenda kami patah tersapu angin,” kata salah seorang pendaki. Ya. Dari cerita para pendaki itu saya bisa membayangkan bagaimana kondisi di sana, sampai-sampai para pendaki kerjaannya cuma memegang tenda yang frame-nya patah-mematah tersapu badai. Nyali kami sedikit ciut. Tapi show must go on!. Kata Abie, salah seorang pendaki dari Bandung yang ke puncak bersama 2 rekan lainnya, kondisi di atas memang menyeramkan. Hasilnya, perkataan Abie bikin kami lagi-lagi jadi ragu dan bahkan ada omong-omong untuk urungkan saja niatan kami.

Langit biru di depan tenda & pemandangan batu tulis ketika kabut masih tipis..

Langit biru di depan tenda & pemandangan batu tulis ketika kabut masih tipis..

Lalu, sekitar pukul 16.00 WIB jalur pendakian dibuka kembali setelah ada konfirmasi dari pihak pengawas. Kabar itu jelas membuat kami sedikit tersenyum karena puncak Merbabu sudah di depan mata. Dengan membayar Rp 15 ribu per orang maka kami boleh memulai pendakian. Selama di perjalanan kami sering berselisih jalan dengan pendaki-pendaki sebelum kami. Dan ceritanya sama. Di atas cuaca lagi kurang bagus. Bahkan kata mereka 3 hari di atas sana hanya menghadapi hujan. Semangat kami lagi-lagi jadi luntur. Tapi apa boleh buat, kaki kami sudah menginjak, kaki kami sudah tak mau lagi memutar arah. Ah, hadapi saja pikir saya.

Sekitar pukul 18.30 WIB kami tiba di pos II. Di situ kami terpaksa membangun tenda, karena dari kejauhan sudah terlihat bibit-bibit badai. Belum lama kami membuat tenda angin kencang langsung menyapa kami seolah-olah bilang “selamat datang”. Tenda sudah berdiri, lalu kami berempat menyempatkan diri untuk mengisi perut dan sambil masing-masing berharap esoknya kami bisa melihat keindahan Merbabu.

4 Februari

Pagi sekali kami berempat sudah bangun. Cuaca terlihat mendung tapi anginnya tidak sekencang malam tadi. Kami berdiskusi kira-kira mau bagaimana. Diambil keputusan, ya sudah lanjutkan perjalanan walau dengan kondisi mendung dan berkabut untuk mencapai puncak.
Cuaca alam di pegunungan memanglah tak bisa kita prediksi dengan andai-andai. Buktinya di pos III Batu Tulis ada kabut putih menyelimuti kami. Dengan kondisi cuaca seperti itu kami benar-benar harus mengalah kepada alam. Kami putuskan turun dahulu untuk melihat apakah nanti ada perubahan.

Sekitar pukul 12.00 WIB dari pos II terlihat langit mulai membiru, melihat ada peluang seperti itu kami berempat mencoba kembali ke Sabana dengan penuh harap. Sesampai di Batu Tulis untuk kali kedua, cuaca ternyata tak berbeda jauh dengan yang pertama. Tapi kali ini kami tak mau lagi harus turun. Kami nekat terus melangkah ke Sabana dengan kondisi berkabut.
Tanjakan menuju Sabana 1 lumayan tinggi tapi tetap kami jajal dengan berharap kepada keajaiban. Di langkah-langkah perjalanan kami, berpas-pasan dengan 3 wanita anak UGM dari Fakultas Perikanan, sempat berkenalan, mereka Levina dari Kudus, Jana asal Jambi dan Delta dari Batang. Usut punya usut ternyata mereka bertiga ini adalah rombongan yang ditinggal rekan-rekannya karena dianggap bakal menyusahkan selama perjalanan. Kasihan mereka.

Pemandangan bunga & kondisi kabut saat perjalanan menuju Sabana 1

Pemandangan bunga & kondisi kabut saat perjalanan menuju Sabana 1

Merasa iba dengan ketiga mahasiswi itu kami berinisiatif untuk mengajak serta mereka ke Sabana, toh tujuan kami sama. Masuk akal sebetulnya kenapa rekan-rekan lelaki mereka meningalkan ketiganya karena nanti dianggap menghambat pendakian. Tapi, namanya juga kami berempat adalah para lelaki tangguh, kami dengan tangan terbuka mengajak mereka serta. Sayang kalau mereka sudah setengah jalan tapi gagal melihat keindahan Sabana yang terkenal.

Niat kami memang baik, tapi niat baik itu ternyata tak seiring dengan membaiknya cuaca. Sampai di Sabana 1 sama saja, kabutnya luar biasa. Bahkan jalan menuju Sabana II tidak terlihat sama sekali. Dengan berat hati kami memilih untuk pulang lagi ke tenda sambil mengawal ketiga wanita tadi turun. Kebetulan juga tenda mereka di depan tenda kami. Lagi-lagi karena kami adalah pria-pria tangguh, kami memasak makanan untuk ketiga mahasiswi itu, lalu kami makan sama-sama. Lumayan.

Setelah perut terisi kami memutuskan pulang lagi ke basecamp. Kami tempuh 1 jam perjalanan menuju basecamp. Di sana kami bertemu seorang bernama Beny asal Pekalongan yang camping bersebelahan dengan tenda kami. Beny ini ternyata satu dari beberapa orang yang sempat merasakan puncak Merbabu di ketinggian 3.142 Mdpl. Dia menceritakan bagaimana susahnya mencapai puncak. Berulangkali tersasar walau akhirnya bisa menginjakkan kaki di puncak.
Merasa senasib kamipun menawarkan Beny untuk pulang ke Jogja bersama kami dan tinggal di kos teman saya anak Bangka. Perjalanan pulang pun kami tempuh selama 2 jam. Merbabu, suatu hari akan kami taklukkan. (*)

Pemandangan di Batu Tulis sebelum kabut tebal & kondisi cuaca buruk dan tebalnya kabut di Sabana 1

Pemandangan di Batu Tulis sebelum kabut tebal & kondisi cuaca buruk dan tebalnya kabut di Sabana 1

Team pendakian Merbabu

Team pendakian Merbabu